Oleh : Adinda Putri Nabiilah SH
OPINI, berita5.co.id –– Dalam dunia politik dan pemerintahan, seringkali figur publik terlebih figur publik tersebut ikutserta dalam kontesasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tentu menjadi target serangan yang dirancang untuk merusak reputasi mereka. Artikel yang menyoroti Erzaldi Rosman terkait konflik Hutan Tanam Industri (HTI) dan dugaan tindak pidana korupsi dengan PT. Nirina Keisha Imani (NKI) tampaknya mencoba melakukan hal tersebut.
Namun, mari kita kaji dengan lebih kritis tuduhan yang diajukan serta bukti yang ada, dan bagaimana psikologi Erzaldi Rosman sebagai seorang pemimpin yang berani dapat diinterpretasikan secara berbeda.
Menyoal Konflik HTI dan Sikap Tegas Erzaldi Rosman
Pada kasus konflik HTI oleh PT. Bangun Rimba Sejahtera (BRS), Erzaldi Rosman menunjukkan sikap yang jelas dan transparan. Dokumen resmi yang ditampilkan dan ditandatangani pada tanggal 22 Januari 2018, dengan nomor 522/002/DISHUT, adalah bukti konkret bahwa Erzaldi, saat menjabat sebagai Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, memang berpihak pada kepentingan masyarakat.
Keberanian ini sejalan dengan pepatah “Berani karena benar.” Menggunakan dokumen tersebut sebagai bukti, Erzaldi memastikan bahwa langkah yang diambilnya bukan hanya sah, tapi juga demi kepentingan publik yang lebih luas.
Distribusi informasi ini di media sosial dan berbagai platform lainnya oleh kubu Erzaldi bukanlah sekadar “orkestrasi”, melainkan upaya untuk memberikan transparansi dan memastikan bahwa masyarakat memahami kebenaran di balik konflik tersebut.
Dalam dunia politik yang sering diwarnai oleh berita palsu dan misinformasi, langkah ini adalah bagian dari tanggung jawab seorang pemimpin untuk mengedukasi publik dan melindungi reputasinya.
Kasus NKI dan Tuduhan yang Tidak Berdasar
Berbeda dengan penanganan konflik HTI, kasus kerja sama dengan PT. Nirina Keisha Imani (NKI) di Hutan Produksi Kotawaringin memang lebih kompleks.
Tuduhan korupsi yang muncul memang mengundang perhatian, namun perlu dicatat bahwa Erzaldi Rosman telah menjalani dua kali pemeriksaan oleh Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung tanpa bukti konkret yang menunjukkan keterlibatannya dalam tindak pidana tersebut.
Tuduhan bahwa Erzaldi “takut karena salah” adalah asumsi yang terlalu simplistik dan tidak didukung oleh fakta yang ada.
Pernyataan Erzaldi bahwa ia tidak mengetahui perubahan dari penanaman pisang menjadi kelapa sawit mungkin memang mengejutkan, namun perlu diperhatikan bahwa dalam proyek sebesar ini, ada banyak pihak yang terlibat dan keputusan seringkali berada di luar kendali satu individu.
Lebih jauh, jika kita melihat dokumen dan keputusan yang terkait dengan kerja sama ini, seperti SK Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung nomor 188.44/123/Kpts/Dishut/2018, yang tertanggal 28 Mei 2018, kita dapat melihat bahwa proses administrasi dan birokrasi telah diikuti.
Ini menunjukkan bahwa ada mekanisme dan prosedur yang harus dihormati, dan tidak semua keputusan berada di tangan Erzaldi Rosman sebagai gubernur.