Oleh : Puteri Utami, S.P., C.PW
OPINI, berita5.co.id — GUBERNUR Kepulauan Bangka Belitung periode 2017-2022, Erzaldi Rosman, sebagai kontestasi Pemilihan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung digiring opini pemberitaan berada di pusaran dua kasus korupsi besar yang seolah menimbulkan perhatian publik.
Kedua kasus ini adalah korupsi tata niaga timah yang diduga merugikan negara Rp300 triliun dan kasus lahan PT Narina Keisha Imani (NKI) seluas 1.500 hektar yang diperkirakan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp30 miliar.
Namun, ada beberapa poin penting yang perlu diklarifikasi dan dianalisis lebih lanjut untuk memberikan gambaran yang lebih adil dan berdasarkan hukum.
Analisis Hukum dan Fakta
Pertama, mari kita bahas kasus tata niaga timah yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, disebutkan bahwa Erzaldi Rosman, sebagai Gubernur Babel, melakukan pertemuan dengan sejumlah pemilik smelter timah di Hotel Borobudur Jakarta.
Pertemuan ini kemudian dikaitkan dengan terbitnya rencana kegiatan anggaran biaya (RKAB) timah yang dianggap merugikan negara.
Dalam analisis hukum, penting untuk menekankan bahwa setiap tindakan pejabat publik harus dilihat dari konteks dan bukti yang ada.
Menurut Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi adalah yang dengan sengaja menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dan merugikan keuangan negara.
Untuk membuktikan bahwa Erzaldi Rosman terlibat dalam tindakan korupsi, harus ada bukti yang menunjukkan adanya niat jahat (mens rea) dan tindakan nyata (actus reus) yang menyebabkan kerugian negara.
Pertemuan dengan pemilik smelter timah, dalam konteks ini, belum tentu menunjukkan adanya tindakan korupsi tanpa bukti yang kuat mengenai niat dan tindakan melawan hukum.
Dalam hukum positif pertemuan di Hotel Borobudur harus dilihat dalam kerangka tugas dan tanggung jawab gubernur dalam mengawasi industri yang beroperasi di wilayahnya.
Tanpa bukti konkret yang menunjukkan bahwa pertemuan ini disertai dengan tindakan ilegal yang menguntungkan kelompok tertentu, tuduhan ini masih bersifat spekulatif.
Kasus Lahan PT NKI
Kasus kedua yang menyeret Erzaldi Rosman adalah lahan PT NKI seluas 1.500 hektar yang ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bangka Belitung.
Dalam kasus ini, Erzaldi dituduh meneken naskah kerja sama tanpa melalui kajian Tim Kerja Sama Daerah (TKSD) dan tanpa persetujuan DPRD Babel.
Kerja sama ini juga dianggap tidak memberikan manfaat keuangan bagi daerah dan merusak ekologi setempat.
Perlu dicatat bahwa prosedur penandatanganan kerja sama di pemerintahan daerah harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah, setiap kerja sama yang melibatkan pemanfaatan sumber daya daerah harus melalui kajian teknis dan administratif yang mendalam serta memperoleh persetujuan dari DPRD.
Jika benar bahwa kerja sama ini tidak melalui proses yang semestinya, maka ada pelanggaran prosedur administratif.
Namun, pelanggaran prosedur administratif tidak otomatis berarti korupsi, kecuali ada bukti bahwa tindakan tersebut dilakukan dengan sengaja untuk menguntungkan pihak tertentu dan merugikan negara.
Keterkaitan dengan Partai Gerindra
Dalam pemberitaan, Erzaldi Rosman juga disebut sebagai Ketua DPD Partai Gerindra Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.